KEBUTUHAN MODAL KERJA DAN BRAK EVENT POINT PADA PERUSAHAAN DODOL DAN IWEL SINGARAJA DI KABUPATEN BULELENG

Komang Dedi Satrya Arma Yoga, Ni Nyoman Resmi, Gede Suardana

Abstract

Pada dasarnya manajemen modal kerja merupakan bentuk dari pengelolaan terhadap aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan dengan tujuan agar tercapainya keseimbangan antar laba sehingga kelak dapat memberikan kontribusi positif terhadap nilai perusahaan, yaitu peningkatan laba. Manajemen memerluka informasi yang dapat digunakan sebagai dasar merencanakan laba perusahaan. Dengan diketahuinya titik impas (Break Event Point). Perusahaan dapat menentukan jumlah produk atau penjualan yang harus dilakukan. Hasil penelitian menjukan jumlah kebutuhan modal kerja untuk masing- masing produk adalah: dodol nangka sebesar Rp. 1.294.501, dodol iwel sebesar Rp. 2.058.527, dodol ketan sebesar Rp. 2.995.964 dan satuh sebesar Rp. 1.826.072. Kas minimal yang selalu ada sebesar Rp. 1.000.000. Jadi total kebutuhan modal kerja adalah sebesar Rp. 9.175.064. Hasil penelitian dengan metode break event point atas dasar unit pada dodol nangka sebesar 177 unit, dodol iwel sebesar 285 unit, dodol ketan sebesar 73 kg. dan satuh 228 unit. Sedangkan BEP atas dasar rupiah pada dodol nangka sebesar Rp. 1.589.582, dodol iwel sebesar Rp. 2.564.958, dodol ketan sebesar Rp. 1.802.641, dan satuh sebesar Rp. 2.045.752. sara yang disampaikan oleh peneliti yaitu untuk mencegah terjadinya kekurangan modal kerja, maka sebaikanya pelaku usaha Perusahaan harus mengadakan perhitungan secara tepat tentang jumlah produk yang dihasilkan untuk dijual serta persediaan kas minimal yang harus dijaga. Sedangkan untuk memproleh keuntungan hendaknya berproduksi di atas break event point. Dimana besarnya keuntungan yang diperoleh minimal harus sama dengan tingkat suku bunga simpanan jangka panjang di bank, jika seluruh modal kerjanya diinvestasikan dalam bentuk simpanan berjangka (deposito).

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.